Tugas 9 isd (prasangka, diskriminasi, dan entosentisme)


Nama : riezka yunistika f.
Kelas : 1KA08
Npm : 16116363


Mereka tidak menerima kos untuk anak Papua'

  • 14 Juli 2016


Hak atas foto

Benediktus Fatubun, mahasiswa berusia 23 tahun asal Papua, terus berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain. Dia selalu berhenti di setiap rumah yang memasang tulisan ‘Menerima Kos Putra’ atau ‘Masih Ada Kamar Kosong’ di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun setiap ia mengetuk pintu, sang pemilik rumah selalu mengatakan kamar kos sudah penuh atau sudah tidak menerima kos.
Mahasiswa yang biasa dipanggil Benfa ini tidak tahu pasti apa penyebabnya. Yang jelas dia yang sudah diterima menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi sampai sebulan tidak juga mendapatkan tempat kos.
Belakangan Benfa tahu, penolakan itu lantaran dia orang Papua. “Ada yang bilang, tidak menerima kos untuk anak Papua,” ceritanya, Jumat (01/07).
Ini tidak hanya terjadi pada Benfa. “Saya juga ditolak gara-gara saya orang Papua,” kata Ruben Frasa (26), mahasiswa semester akhir salah satu kampus swasta di Yogyakarta.
Suatu hari, pelajar Papua yang lain diminta pergi dari halaman kampus oleh seorang dosen. Mahasiswi yang sedang duduk sambil merajut Noken itu dihampiri diminta pergi karena 'dia orang Papua'. Testimoni mahasiswi yang tak ingin disebut namanya ini lantas dibagikan dalam sebuah unggahan Facebook, memicu perbincangan di dunia maya.


Hak atas fotoImag

“Sampai sekarang, perlakuan diskriminatif dan rasis masih sering kami terima,” ujar Aris Yeimo (30), Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta, seperti yang dilaporkan wartawan lokal Yaya Ulya, Minggu (03/07).
Perbedaan perlakuan terhadap orang Papua tidak hanya terjadi di Yogyakarta tetapi juga di beberapa daerah lain termasuk di Jakarta.

'Susah bayar'

Lalu, mengapa diskriminasi itu terjadi?
Salah satu yang berperan besar adalah pandangan umum yang menganggap orang Papua sering mabuk, suka melanggar peraturan, dan suka berkelahi. “Karena kenyataannya seperti itu,” kata Pedro Indharto (33), warga asli Yogyakarta.
Warga Yogyakarta lainnya, Sukma Indah Permana (28) mengaku kerap melihat orang Papua yang tidak patuh aturan lalu lintas, bahkan mereka kadang tiga orang naik motor tanpa memakai helm. “Aku sering lihat, loh,” katanya.
Mereka mengakui tidak semua orang Papua seperti itu dan mengatakan banyak orang Papua berperilaku baik. Tetapi, ulah sebagian orang membuat stigma negatif menempel kuat.
Seorang pemilik kos-kosan yang ditanya mengapa dia tidak mau menerima orang Papua mengatakan dirinya memiliki pengalaman buruk.
“Susah bayar, suka bikin gaduh suasana kos apalagi kalau pas mabuk,” kata Nugroho (28), pengelola kos-kosan di Depok, Sleman. Sebagai pemilik bisnis, dia menginginkan pemasukan keuangan lancar dan tertib, sehingga mengaku "malas berususan dengan Papua karena tidak tertib dalam membayar".
Perilaku segelintir orang Papua menjadi sebuah sterotipe di Yogyakarta, kata Aris Yeimo. "Biasanya (yang suka mabuk) adalah anak muda Papua yang baru datang karena ada emosi (budaya) yang terbawa dari Papua," katanya.
Orang Papua yang tinggal di tempat dingin seperti di pegunungan, kata Aris, biasanya butuh penghangat sehingga terbiasa minum produk lokal untuk menghangatkan - sehingga ketika berada di Yogyakarta, perlu waktu untuk beradaptasi.
“Tapi kalau bikin onar dan makan tidak mau membayar, itu hanya beberapa orang, tidak semua. Jadi jangan digeneralisir,” imbuhnya.

Saling membutuhkan



Hak atas foto

Setiap tahun ajaran baru bisa dipastikan selalu ada merantau baru dari Papua ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu. Sampai sekarang, jumlah mereka yang tercatat ada 7.000 orang, menurut Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua di sana - yang salah satu programnya juga memberi pengenalan kultural pada pelajar Papua yang baru datang ke Yogyakarta.
Bagi Emanuel Gobay (31), salah seorang warga Papua yang sudah 10 tahun tinggal di sana, masalah diskriminasi ini semakin kuat terasa dalam beberapa tahun terakhir dan tidak ada inisiatif dari pejabat daerah untuk mengatasinya.
"Banyak juga warga non Papua yang suka mabuk, membikin rusuh, dan suka melanggar peraturan lalu lintas. Tapi mengapa selalu kami?" tanya pria yang akrab di sapa Edo.
Apakah ini karena warna kulit?
"Ya jelas," katanya. "Ketika mereka melihat saya berkulit hitam dan berambut keriting, mereka memberi alasan-alasan (menolak menerima anak kos)."
Mencari solusi bersama adalah jalan keluar yang terbaik, kata Edo yang juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
"Kehadiran mahasiswa Papua di Yogyakarta membawa pemasukan ekonomi pada warga dan pemerintah daerah. Jadi selayaknya kami diberikan perlindungan dari perilaku diskriminasi. Tidak perlu terpancing dengan isu-isu yang dibangun oleh pihak yang menginginkan kekacauan."
"Bangun kenyamanan bersama, karena kehadiran mahasiswa memberi sumbangsih ekonomi, di sisi lain Yogyakarya juga memberi sumbangsih pada pelajar Papua khususnya dalam bidang pendidikan."


Opini : Menurut saya kasus diatas memang masih sering terjadi sampai saat ini, bahkan dilingkungan kita sendiri pun banyak yang melakukan prasangka yang berujung diskriminasi terhadap orang yang berpenampilan kumal, berbadan besar atau berkulit hitam. Mereka rata rata akan langsung berprasangka kalau orang tersebut tidak baik, mereka hanya menilai dari penampilannya saja. Setelah itu mereka akan melakukan diskriminasi terhadap orang orang tersebut seperti menjauhinya, mengucilkan dan bahkan menolak kehadirannya di tengah tengah masyarakat.
Menurut saya, setiap orang mempunyai hak yang sama. Sehingga, sebenarnya setiap orang tidak sepantasnya melakukan diskriminasi dan mendapat perlakuan diskriminatif. Karena diskriminasi dapat menimbulkan konflik dan akan menimbulkan kelompok yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan. Deskriminasi juga dapat menimbulkan perasaan iri, dengki. Oleh karena itu diskriminasi tidak perlu dilakukan karena hanya akan menimbulkan dampak negatif.

Solusi :Agar pelanggaran HAM tentang diskriminasi dapat dikurangi kita harus menjujung tinggi UUD 1945 karena merupakan norma hukum tertinggi. Kita harus memahami dan juga melaksanakan apa yang sudah diatur di dalam UUD 1945 agar tidak timbul pelanggaran atau masalah. Hukuman bagi pelanggar HAM harus diperketat dan dipertegas. Pelanggar harus dihukum sesuai aturan yang berlaku tidak ada keringanan. Dalam hidup bermasyarakat kita tidak perlu melakukan tindak diskriminasi karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga kita tidak perlu sombong atau tidak perlu merasa tidak membutuhkan orang lain. Manusia pasti membutuhkan orang lain, tidak mungkin hidup sendiri.

Indonesia juga bersemboyan "Bhineka Tunggal Ika" yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu. Walaupun berbeda-beda tetapi tidak seharusnya kita bersikap membeda-bedakan. Karena kita berada dalam satu wilayah yang sama yang seharusnya kita bela bersama-sama. Perbedaan membuat kita beragam, membuat kita kaya akan budaya, membuat kita tambah pengetahuan, membuat kita kaya akan pengalaman. Perbedaan bukan masalah, perbedaan bukan penghalang untuk kita semakin satu. Perbedaan bukan alasan untuk melakukan diskriminasi. Diskriminasi bukan solusi. Tetapi saling menghargai, menghormati, tetap rendah hati adalah solusi.

Komentar

Postingan Populer